Hari Pahlawan 10 November menjadi salah satu hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Momen Hari Pahlawan ini menjadi momen di mana Bangsa Indonesia mengenang pertempuran yang terjadi di Kota Surabaya pascakemerdekaan.
Pada tahun 2022 ini, memasuki peringatan Hari Pahlawan yang ke-77 tahun. Adapun beberapa tokoh pahlawan yang terlibat dalam peristiwa 10 November di Surabaya itu adalah Gubernur Suryo, Bung Tomo, Mayjen Sungkono, HR Mohammad Mangoendiprodjo, dan KH Hasyim Asy'ari.
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Semarang, semarangkota.go.id, tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang merupakan pertempuran besar antara tentara Indonesia melawan pasukan Inggris.
Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda.
Namun, tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober 1945.
Kematian Jendral Mallaby ini membuat Inggris mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 yang meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan. Ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya, sehingga terjadilah pertempuran Surabaya yang sangat dahsyat pada tanggal 10 November 1945, selama lebih kurang tiga minggu lamanya.
Dari peristiwa yang membuat pertumpahan darah di Surabaya tersebut, maka 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan Nasional yang setiap tahunnya diperingati oleh Bangsa Indonesia.Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden No 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Untuk mengenang Hari Pahlawan 10 November, berikut ini tempat-tempat bersejarah yang ada di Jogja.
Bagi anda yang ingin menikmati suasana Hari Pahlawan di Jogja, bisa mengunjungi beberapa tempat bersejarah berikut ini. Simak sejarah singkat beberapa lokasinya yang dikutip detikJateng dari laman resmi budaya.jogjaprov.go.id.
Sumber: id.wikipedia.org
Benteng Vredeburg terletak di 0 kilometer Kota Jogja, tepatnya di depan Gedung Agung. Berdirinya benteng Vredeburg di Jogja tidak lepas dari lahirnya Kasultanan Jogja. Kemajuan keraton semakin pesat, sehingga muncul kekhawatiran dari pihak Belanda.
Oleh karena itu, pihak Belanda mengusulkan kepada Sultan agar diizinkan membangun sebuah benteng di dekat keraton. Pembangunan benteng tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan keraton dan sekitarnya, akan tetapi dibalik dalih tersebut, Belanda bermaksud untuk mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam keraton.
Sumber: yogya.inews.id
Goa Selarong salah satu tempat wisata bersejarah yang terletak di Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Goa ini menjadi saksi bisu perjuangan Pangeran Diponegoro saat masa perlawanan terhadap Pasukan Belanda.
Setelah rumahnya di Tegalrejo dibakar oleh Belanda dan terjadi Perang Jawa, Selarong menjadi tempat tinggal sementara bagi kelurga Pangeran Diponegoro, selain itu Goa ini sebagai tempat untuk menyusun strategi perang gerilya.
Setiap satu tahun sekali di Goa Selarong terdapat Garebek Selarong menggunakan hasil bumi diarak mengelilingi desa dan berpusat di area wisata Goa Selarong.
Sumber: koranmemo.com
Istana Kepresidenan Yogyakarta terletak di jantung kota Jogja, tepatnya di sudut Barat Laut Titik Nol Kilometer Jogja. Kawasan Istana berada di Kalurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Jogja.
Istana Kepresidenan Jogja juga disebut dengan Gedung Agung yang mana penamaan ini berkaitan dengan fungsinya untuk menerima tamu-tamu agung negara. Gedung Agung juga menjadi saksi peristiwa bersejarah pada masa awal berdirinya Republik Indonesia, seperti pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI dan digunakan oleh Presiden Soekarno selama 3 tahun ketika ibu kota negara berpindah ke Jogja.
Terdapat beberapa bangunan penting yang berada di dalam kompleks Istana, yaitu gedung utama dengan beberapa ruangan penting seperti Ruang Garuda, Ruang Diponegoro, Ruang Sudirman, ruang kesenian dan ruang makan VVIP, kemudian terdapat beberapa wisma (Negara, Indraprasta, Sawojajar, Bumiretawu, Saptapratala), dan Gedung Senisono
Sumber: tni-au.mil.id
Pengabadian nilai-nilai perjuangan yang terkandung dalam peristiwa 29 Juli 1947 dalam bentuk monumen diprakarsai oleh Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI R Soerjadi Soerjadarma.
Pembangunan monumen dilaksanakan di lokasi peristiwa jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA, di Desa JatingarangNgoto, Kalurahan Tamanan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, sebelah tenggara Kota Jogja.
Monumen ini sudah mengalami pemugaran pada tahun 1981, untuk melengkapi Monumen "Ngoto" dibangun prasasti yang bertuliskan peristiwa penembakan pesawat Dakota VT-CLA lengkap dengan nama ketiga tokoh TNI AU yang turut gugur dalam peristiwa tersebut. Prasasti dibangun sebagai latar belakang tugu. Peresmian pemugaran monumen dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 1981 oleh Marsekal Ashadi Tjahjadi.
Pada awal tahun 2000, berdasarkan instruksi Kasau, Marsekal TNI Hanafie Asnan, Monumen "Ngoto" dipugar secara besar-besaran area lokasi monumen diperluas hingga menjadi 9.473 m2. Bersamaan dengan peresmian pemugaran monumen yang dilaksanakan oleh Marsekal TNI Hanfie Asnan pada tanggal 17 Juli 2000, berdasarkan Surat Keputusan Kasau No Skep /78/VII/2000 tanggal 17 Juli 2000, Monumen "Ngoto" secara resmi diubah menjadi Monumen "Perjuangan TNI AU".
Sumber: pidjar.com
Panglima Besar Jenderal Soedirman terkenal dengan taktik perang gerilya, khususnya pada saat revolusi fisik yakni antara tahun 1945 - 1949 mulai dari Kota Jogja hingga ke Jawa Timur yang kemudian dikenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret. Salah satu lokasi yang dijadikan rute gerilya adalah di daerah Gunungkidul, salah satu titiknya adalah di Kalurahan Karangduwet, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul.
Adapun lokasi ini adalah dari Mbok Sayuk Marto Pawiro yang dipilihkan oleh Sartono yang merupakan anggota KODM (Komando Onder Distrik Militer) Paliyan sebelumnya diperintahkan oleh Kapten Soeparjo Roestam yang merupakan pegawai dari Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul berharap nantinya lokasi ini dapat menjadi sumber sejarah dan tetap terawat untuk menjaga keasliannya. Monumen ini pula bisa menjadi salah satu rujukan atau referensi untuk menambah khasanah sejarah terkait dengan mendukung literasi peristiwa besar yakni Serangan Umum 1 Maret 1949.
Sumber: detik.com
Iklan
Mau Pasang Iklan? Email: hi@dijogja.co