Gempa Jogja pada 27 Mei 2006 yang menewaskan lebih dari 5.000 orang, hari ini (27/5) genap 18 tahun. Peristiwa ini sangat penting sebagai pengingat bahwa masyarakat Yogyakarta hidup di atas tanah yang rawan bencana, terutama dengan adanya Sesar Mataram dan Sesar Opak.
Koordinator Observasi Stasiun Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, Budiarta, mengatakan bahwa sampai saat ini Sesar Mataram masih dalam hipotesis. Sehingga, belum ada kepastian apakah sesar itu benar-benar aktif dan mampu memicu bencana gempa di Yogyakarta.
"Sejauh ini dalam monitoring gempa wilayah Yogyakarta, kami belum dapat memastikan keaktifan dari Sesar Mataram," ujar Budiarta kepada Radar Jogja (22/5).
Meskipun demikian, Budiarta meminta masyarakat tetap waspada terhadap berbagai potensi bencana geofisika, terutama dengan melihat Sesar Opak yang sampai saat ini masih aktif.
Dia menjelaskan, Sesar Opak merupakan pemicu gempa bumi dengan kekuatan 5,9 skala richter pada 2006 lalu. Gempa itu meluluhlantakkan sebagian wilayah DIJ dan Jawa Tengah, dengan wilayah terparah di Kabupaten Bantul.
Budiarta menyebut, Sesar Opak sampai saat ini merupakan sesar yang paling aktif di Yogyakarta. Lokasi sesar yang berpusat di Padukuhan Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul, itu bahkan memanjang ke arah timur laut hingga wilayah Klaten, di sisi selatan. "Yang pasti tetap waspada, tidak perlu panik," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, temuan Sesar Mataram pertama kali diungkapkan oleh peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Danny Hilman Natawidjaja. Dia menyebut ada sesar lain selain Sesar Opak di wilayah Yogyakarta.
Sesar Mataram membentang dari timur ke barat, kemungkinan dimulai dari wilayah sekitar Prambanan hingga melewati wilayah Kota Jogja. Sesar itu mulai terpetakan pada medio 2021 lalu.
Selengkapnya baca : jawapos
Iklan
Mau Pasang Iklan? Email: hi@dijogja.co